daelpos.com – Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) memulai penyelidikan antidumping terhadap impor produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan (Hot Rolled Coils/HRC) yang diproduksi oleh perusahaan asal Tiongkok, Wuhan Iron & Steel (Group) Co., atau WISCO. Penyelidikan ini dimulai pada hari ini, Senin, 1 September 2025.
Keputusan ini diambil setelah KADI menerima permohonan dari PT Krakatau Posco yang bertindak atas nama industri dalam negeri. Permohonan ini juga didukung oleh empat perusahaan lain, yaitu PT Krakatau Steel Tbk, PT Gunung Raja Paksi, PT Java Pacific, dan PT New Asia Internasional.
Ketua KADI, Frida Adiati, menjelaskan bahwa hasil kajian awal menemukan bukti kuat dugaan praktik dumping yang dilakukan oleh WISCO. “Kami menemukan ada kerugian material industri dalam negeri dan hubungan kausal antara kerugian dengan dumping dimaksud,” ujar Frida.
Dumping adalah praktik menjual barang di pasar internasional dengan harga yang lebih rendah dari harga normal di pasar domestik, yang dapat merusak industri lokal. Produk yang diselidiki ini mencakup 18 pos tarif dengan kode Harmonized System (HS) yang berbeda, mulai dari 7208.10.00 hingga 7208.90.90, sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022.
Penyelidikan antidumping ini akan berlangsung selama 12 bulan dan bisa diperpanjang hingga 18 bulan jika diperlukan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011.
Frida menambahkan bahwa KADI telah memberitahukan dimulainya penyelidikan kepada semua pihak terkait, termasuk industri dalam negeri, importir, eksportir, dan produsen di Tiongkok. Pemberitahuan ini juga disampaikan kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tiongkok dan perwakilan pemerintah Tiongkok di Indonesia.
Ini bukan kali pertama produk HRC dari Tiongkok diselidiki. Produk serupa sudah dikenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sejak 2008 dan telah diperpanjang tiga kali. Namun, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103/PMK.011/2024, WISCO diberikan tarif BMAD sebesar 0%, yang dikenal sebagai de minimis.
Meskipun demikian, pangsa pasar impor HRC dari Tiongkok terus meningkat di Indonesia, dari 23,49% pada tahun 2023 menjadi 31,58% pada tahun 2024. Peningkatan ini menjadi salah satu alasan utama bagi industri dalam negeri untuk mengajukan permohonan penyelidikan baru.